Custom Search

KECERDASAN PENGHORMATAN


Doeloe, pada masanya, orang begitu mendewakan kecerdasan intelektual (boleh dibaca: IQ/Intelegent Quotient) sampai-sampai dimanfaatkan oleh bisnis tes IQ. Lalu …, “IQ anak saya ternyata ‘Cuma’ 140, Jeng!” ujar seorang ibu membanggakan IQ anaknya di kesempatan arisan ibu-ibu sehari setelah tes IQ di taman kanak-kanak anaknya.

Lantas, seperti prosesi kebenaran relatif sebuah teori, orang menyadari bahwa ternyata intelektual saja yang cerdas tidaklah cukup untuk bekal menggapai kesuksesan masa datang. Kecerdasan itu harus diimbangi kecerdasan emosional (boleh dibaca: EQ/ emotional Quotient) agar sang anak pandai berempati. Cukup pulakah kedua kercedasan ini bagi anak-anak bangsa?

Hari-hari berlalu, para pemerhati belakangan menyadari pentingnya kecerdasan ketiga yang justru diposisikan pertama: kecerdasana spiritual (boleh dibaca: spiritual quotient). Kercedasan yang membuat anak-anak bangsa dapat menaluri rasa bahagia. Barangkali ini erat kaitannya dengan pernyataan Walikota Tangerang H. Wahidin Halim yang ingin melandasi dunia pendidikan dengan istilah yang mengguncang dunia: otoritas moral.

Apabila ketiga kecerdasan ini benar-benar menjadi acuan dunia pendidikan kita, alangkah dahsyatnya kerja sekolah. Alangkah canggihnya kerja seorang guru.

Sementara itu, Mei ini, banyak pihak yang jadi cenderung gatal agar reformasi pendidikan menemukan muaranya. Lainnya mengatakan apa susahnya; “buktinya kurikulum pun silih berganti,” katanya.

Ya, mungkin memang tidak terlampau pelik, tetapi tentu juga bukan perkara mudah. Boleh jadi yang menjadi sulit Mei ini, justru menyulih gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa dengan penghormatan yang lebih membumi, misalnya dengan menggelar kesempatan hidup yang layak bagi para guru yang berdedikasi.

0 komentar

Gabung di IDR cuman klik dpt Duit (lihat pendapatanku)

Cari Data Lain

Custom Search